Saat angin bertiup,
dari punggung bukit hingga curam ngarai,
ada yang merasa ditinggal dalam abai,
oleh kabut yang sanggup menumpang angin,
mengembara, melampiaskan hasrat dan ingin.
Saat angin bertiup,
menyusupi ruang dan celah-celah terasing,
merinai panjang, mendayu bagai seruling,
ada batin yang tersayat sepi,
menggantung angan di bawah mentari.
Saat angin bertiup,
menyapai runcing daun-daun cemara,
merundukkan lentur batang-batang ilalang,
ada jiwa yang terkapar tanpa daya,
merindui yang sebenarnya tak pernah datang.
Saat angin bertiup,
mengantar hujan menjumpai penderita dahaga,
meredam murka yang nanar membara,
ada rasa yang dingin membeku,
menanti tibanya asa yang telah seusang debu.
Saat angin bertiup,
menyatukan atap-atap rumah di awan tinggi,
mencerabut rapuh akar-akar trembesi,
ada yang merasa terwakili,
demi hasrat yang tak pernah menjadi.
Saat angin bertiup,
membelai lembut mendesir samar,
seorang maestro mencuri dengar,
menyimpannya dalam ingat yang lekat,
untuk menggubah musik yang memikat.
Hei… selagi angin bertiup.
dengarkan yang indah ini.
menyusupi ruang dan celah-celah terasing,
merinai panjang, mendayu bagai seruling,
ada batin yang tersayat sepi,
menggantung angan di bawah mentari.
menyapai runcing daun-daun cemara,
merundukkan lentur batang-batang ilalang,
ada jiwa yang terkapar tanpa daya,
merindui yang sebenarnya tak pernah datang.
mengantar hujan menjumpai penderita dahaga,
meredam murka yang nanar membara,
ada rasa yang dingin membeku,
menanti tibanya asa yang telah seusang debu.
menyatukan atap-atap rumah di awan tinggi,
mencerabut rapuh akar-akar trembesi,
ada yang merasa terwakili,
demi hasrat yang tak pernah menjadi.
membelai lembut mendesir samar,
seorang maestro mencuri dengar,
menyimpannya dalam ingat yang lekat,
untuk menggubah musik yang memikat.
dengarkan yang indah ini.