Ketika satwa dan pohon pun telah menjadi subjek hukum, majulah peradaban dari sebuah negeri.
Penyandang disabilitas–yang adalah manusia juga–ketika masih masuk dalam kelompok marginal maka tak terbayang kapan seekor satwa dapat “membela dirinya” dalam sebuah peradaban.
Di sini, dalam kegiatan tahunan bertajuk Satu Ruang, para mahasiswa Fakultas Desain Interior Universitas Pelita Harapan secara aktual mengangkat kaum marginal dari kalangan disabilitas untuk dapat turut menjalani hidup sosialnya dengan mengakses ruang publik secara lebih mudah. Dalam periode ketiga ini, diambil tema aksesibilitas di stasiun kereta api.
Dengan penuh apresiasi, saya hadir di sana untuk turut memberikan sudut pandang sebagai pihak yang sedang diperjuangkan. Di samping apresiasi itu, saya secara pribadi tetap menyampaikam semangat pribadi saya yang tidak mau terlalu merepotkan liyan sebelum berkeringat terlebih dahulu.
Sebagai praktek dari semangat ini adalah dengan memamerkan karya-karya lukis, sekaligus mendemonstrasikan proses pembuatannya, agar tampak bahwa orang-orang dengan tubuh yang tidak genap itu tidak selamanya menjadi beban sosial.